Ibrahim berdiri terpaku menatap istana yang hancur lebur. Ia menangis sesenggukan. Air matanya mengalir deras sedari tadi. Di depan mata bocah sepuluh tahun itu tersaji sebuah pemandangan bengis: segerombolan orang berpakaian loreng dan bersenjata lengkap membakar mahligai negara Kesultanan Bulungan. Api berkobar menjilati tiang-tiang istana. Dari arah utara, suara teriakan perempuan terdengar keras. ”Ibrahim…! Lari… lari!” Perempuan itu meminta Ibrahim segera meninggalkan istana yang sudah menjadi puing. Namun dia tetap tegak bak pohon yang tak goyang. Angin malam Sungai Kayan tak membuat langkahnya mundur. Tajam matanya yang masih dilintasi air yang turun dari kelopak, tetap tertuju pada reruntuhan istana. Otaknya merekam peristiwa malam itu lekat-lekat. Lalu, perempuan itu keluar dari persembunyiannya dan berlari ke arah Ibrahim. Sekejap, tangannya menangkap tubuh Ibrahim yang masih berdiri tegap dan membawanya menjauh dari kobaran api. Perempuan itu tak lain adal...
Catatanku untuk mengingat semua semua yang pernah ada sebagai jejak digital di masa yang akan datang. isinya nyaris asli semua karena blog pribadi yang lahir telah lama, cuma br di aktifkan kembali wkwkwkwk jika ada isi yang tak berkenan dihati, cari aku dan dapatkan sensasinya (??)